Film
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck merupakan karya Sunil Soraya yang mengadaptasi
novel dari karya Buya Hamka. Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (selanjutnya
akan disingkat TKVDW) kental akan kehadiran budaya Minang, budaya Bugis dan
budaya Indis. Untuk menggambarkan
setting tempat dan waktu film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
merepresentasikannya melalui kostum sebagai ciri bahwa cerita terjadi pada masa
budaya-budaya pada masyarakat masing-masing daerah masih kental, namun
terpengaruh budaya Indis.Kostum merupakan penanda yang sangat jelas pada masa
tersebut yang dapat membedakan stratifikasi sosial antara bangsawan dengan
masyarakat pribumi. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif
deskriptif dan sumber data yang diperoleh dari film Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck. Data yang diambil dalam penelitian ini adalah kostum yang menunjukkan
wujud identitas masing-masing budaya yang digambarkan. Sementara mereproduksi
realitas film membentuk dan menampilkan kembali realitas sesuai dengan norma,
konvensi, dan ideologi budayanya. Budaya yang dimiliki masyarakat Indonesia
merupakan budaya yang beraneka ragam dan sangat kaya.
Mise en scene
memiliki arti segala sesuatu yang terdapat dalam adegan, mise en scene adalah segala sesuatu yang terletak di depan kamera
yang akan diambil gambarnya pada saat produksi sebuah film. Kostum atau
wardrobe merupakan salah satu unsur dari mise
en scene pada film. Penelitian ini akan menganalisis hubungan kostum dengan
identitas budaya pada tokoh dalam film TKVDW. Data sekunder dapat diperoleh
dari perpustakaan pendukung seperti buku teks, jurnal, literatur, data lembaga
penelitian dan data institusi terkait. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan
mengumpulkan data berupa data sekunder yang berkaitan dengan subjek, yaitu
adegan-adegan dari film. Analisis data dilakukan dengan membaca, mempelajari,
dan membandingkan berbagai data serta menginterpretasikan hasil analisis,
sehingga dapat menjawab semua permasalahan.
Berdasarkan hasil pembahasan analisis identitas budaya yang diwujudkan melalui kostum dalam film TKVDW direalisasikan dengan penggunaan baju kurung Basiba untuk tokoh wanita Minangkabau. Tokoh laki-laki yang menggambarkan budaya Bugis menggunakan kain sarung tenun khas suku Bugis-Makassar yang diikatkan ke pinggang disebut Lipa Sabbe dan Jas Tutu’ (Jas Tutup). Penggambaran kostum budaya Indis laik-laki pribumi yang berbisnis dengan Belanda akan mengenakan jas berlapis tiga lengkap dengan topi dan scraf. Dengan adanya pembahasan yang telah dilakukan dapat menjadi pembelajaran bagi generasi selanjutnya, dimana film memuat lebih banyak informasi yang lebih mudah dicerna dan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang.
Penulis : Puti Andam Dewi, M.Sn
Dosen Program Studi Desain Komunikasi Visual, Universitas Awal Bros
Editor : nng